Management Triage Oleh Kelas A20 Keperawatan Gawat Darurat
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep
awal triase modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana
Baron Dominique Jean Larrey (1766-1842), seorang dokter bedah yang
merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system
perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa
memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut memberikan perawatan
awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah
sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey
menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan
perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan
bagi filosofi triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui
tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih
memerlukan
Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat
pengumpulan korban yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas
yang sesuai. Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana korban
dirawat pertama kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari
garis perang untuk perawatan yang lebih baik.Pengelompokan pasien dengan tujuan
untuk membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I,
maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga
dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan
screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas
yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan pertolongan
di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Pelbagai system triase mulai
dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah
melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera.
Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD
dan menetapkan prioritas penanganan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Triage?
2.
Apa saja prinsip dan tipe Triage?
3.
Bagaimana Klasifikasi dan penentuan Prioritas dalam manajemen
Triage?
4.
Bagaimana proses Triage?
5.
Bagaimana Dokumentasi Triage?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Triage.
2. Untuk mengetahui prinsip dan tipe Triage.
3. Untuk mengetahui Klasifikasi dan
penentuan Prioritas dalam manajemen Triage.
4. Untuk mengetahui proses Triage.
5. Untuk mengetahui Dokumentasi Triage
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Triage
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat
dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk
memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan
menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban
sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit
dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu sistem
pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan
dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan
memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage danditurunkan dalam bahasa
Indonesia triase yang berarti sortir. Yaituproses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera ataupenyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan
untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus
dengan suatu cara yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien terhadap
100 juta orang yang memerlukanperawatan di UGD setiap tahunnya.
(Pusponegoro,
2010)
B.
Prinsip
dan Tipe Triage
Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien
berdasarkan gejala. Perawat triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan
nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi,
respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas
kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di
ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan
jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.
Pasien-pasien
ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung
dan mereka menerima pengobatan pertama.
Pasien
yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan
langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak
sumber daya medis. (Bagus,2007).
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan
system prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus
didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul dengan seleksi pasien berdasarkan : 1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan
dalam hitungan menit. 2) Dapat mati dalam hitungan jam. 3) Trauma ringan. 4)
Sudah meninggal. Pada umumnya penilaian korban dalam
triage dapat dilakukan dengan:
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum
korban
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan
definitive
6. Tag Warna
a.
Prinsip dalam pelaksanaan triase :
a) Triase seharusnya dilakukan segera
dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat
terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal
yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
b) Pengkajian seharusnya adekuat dan
akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan
adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
c) Keputusan dibuat berdasarkan
pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien
yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat
serta data yang akurat.
d) Melakukan intervensi berdasarkan
keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat
triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien dan menetapkan
prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi
terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat
diterima untuk suatu pengobatan.
e) Tercapainya kepuasan pasien
l Perawat triase seharusnya memenuhi
semua yang ada di atas saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
l Perawat membantu dalam menghindari
keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan
pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
l Perawat memberikan dukungan
emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya.
“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat
mungkin), The Right Patient, to The Right
Place at The Right Time, with The Right Care Provider. “
Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan
berdasarkan:
1. Ancaman jiwa mematikan dalam
hitungan menit
2. Dapat mati dalam hitungan jam
3. Trauma ringan
4. Sudah meninggal
(Making the Right Decision A Triage
Curriculum, 1995: page 2-3)
b.
Tipe Triage Di Rumah Sakit
1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a) Hampir sebagian besar berdasarkan
system triage
b) Dilakukan oleh petugas yang tak
berijasah
c) Pengkajian minimal terbatas pada
keluhan utama dan seberapa sakitnya
d) Tidak ada dokumentasi
e) Tidak menggunakan protocol
2. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a) Pengkajian cepat dengan melihat yang
dilakukan perawat beregristrasi atau dokter
b) Termasuk riwayat kesehatan yang
berhubungan dengan keluhan utama
c) Evaluasi terbatas
d) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien
yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan pertama
3. Tipe 3 : Comprehensive Triage
a) Dilakukan oleh perawat dengan
pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b) 4 sampai 5 sistem katagori
c) Sesuai protocol
Beberapa
tipe sistem triagelainnya :
1. Traffic Director
Dalam sistem ini, perawat hanya
mengidentifikasi keluhan utama dan memilih antara status “mendesak” atau “tidak
mendesak”.Tidak ada tes diagnostik permulaan yang diintruksikan dan tidak ada
evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.
2. Spot Check
Pada sistem ini, perawat mendapatkan
keluhan utama bersama dengan data subjektif dan objektif yang terbatas, dan
pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu
“gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes
diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan tertentu atau
di ruang tunggu.Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai dilakukan
pengobatan.
3. Comprehensive
Sistem ini merupakan sistem yang
paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat dalam menjalankan peran
triage.Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes
diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan akut
atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer,
2004).
C.
Klasifikasi
dan penentuan Prioritas Triage
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage
didasarkan pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup
keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut
Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan
pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-faktor
yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat sistem
pelayanan kedaruratan.Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala
ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya .
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan
mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul. Beberapa hal yang mendasari
klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
1.
Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
2.
Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
3.
Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang
mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing
/ pernafasan, Circulation /
sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya,
2010)
Berdasarkan
prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel
1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI
|
KETERANGAN
|
Gawat
darurat (P1)
|
Keadaan yang mengancam nyawa /
adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
|
Gawat
tidak darurat (P2)
|
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter
spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya
|
Darurat
tidak gawat (P3)
|
Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis
media dan lainnya
|
Tidak
gawat tidak darurat (P4)
|
Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya
|
Tabel
2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI
|
KETERANGAN
|
Prioritas
I (merah)
|
Mengancam jiwa atau fungsi vital,
perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang
besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan
nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension
pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III > 25%
|
Prioritas
II (kuning)
|
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak
segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan
bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma
bola mata.
|
Prioritas
III (hijau)
|
Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh luka superficial, luka-luka ringan
|
Prioritas
0 (hitam)
|
Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
|
Tabel 3.Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan(Iyer, 2004).
TINGKAT KEAKUTAN
|
|
Kelas I
|
Pemeriksaan
fisik rutin (misalnya memar minor); dapat menunggu lama tanpa bahaya
|
Kelas II
|
Nonurgen / tidak mendesak
(misalnya ruam, gejala flu); dapat menunggu lama tanpa bahaya
|
Kelas III
|
Semi-urgen
/ semi mendesak (misalnya otitis media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum
pengobatan
|
Kelas IV
|
Urgen / mendesak (misalnya fraktur
panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam
|
Kelas V
|
Gawat
darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam hidup
|
Beberapa
petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1.
Nyeri hebat
2.
Perdarahan aktif
3.
Stupor / mengantuk
4.
Disorientasi
5.
Gangguan emosi
6.
Dispnea saat istirahat
7.
Diaforesis yang ekstrem
8.
Sianosis
D.
Proses
Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD.
Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat
singkat dan melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang
berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan
dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk
pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan
pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan
khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa
memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien
tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60
menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak
atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.
Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat
mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Misalnya
kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor
ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak
nafas, sinkop, atau diaforesis.(Iyer, 2004).
Bila
kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien
ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan
data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik,
data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung
dari pasien (data primer)
Alur dalam proses triase:
1. Pasien datang diterima petugas /
paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese
dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan derajat
kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang
ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di
depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut
kegawatnnya dengan memberi kodewarna:
1) Segera-Immediate (merah).
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan
(RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
2) Tunda-Delayed (kuning) Pasien
memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya :
Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25 dsb.="" luas="" permukaan="" span="" tubuh="">25>
3) Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera
minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.
Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
4) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan
dan akan meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5) Penderita/korban mendapatkan
prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.
6) Penderita/korban kategori triase
merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila
memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke
ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7) Penderita dengan kategori triase
kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang
observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah
selesai ditangani.
8) Penderita dengan kategori triase
hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk
dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9) Penderita kategori triase hitam
dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah. (Rowles, 2007).
E.
Dokumentasi Triage
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan
atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan
pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa
dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga
dan penting
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian
dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan
kepada
pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan
pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons
pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi
keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis
pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang
terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu
catatan
juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi
(Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual
untuk dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan
demikian pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik
merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar
mampu membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan benar.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan
standar nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal
tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien
kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau
lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan
pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan
evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter
selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan
bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi
penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien.
(Anonimous,2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup
dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat
transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang
membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan
perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan
kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang
tepat (msl. kardiak versus trauma, perawatan minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan
steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostik seperti pemeriksaan sinar X,
elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA))(ENA, 2005).
KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE
|
Tanggal dan waktu tiba
Umur pasien
Waktu pengkajian
Riwayat alergi
Riwayat pengobatan
Tingkat kegawatan pasien
Tanda - tanda vital
Pertolongan pertama yang diberikan
Pengkajian ulang
Pengkajian nyeri
Keluhan utama
Riwayat keluhan saat ini
Data subjektif dan data objektif
Periode menstruasi terakhir
Imunisasi tetanus terakhir
Pemeriksaan diagnostik
Administrasi pengobatan
Tanda tangan registered nurse
|
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi
dokter serta dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam
tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena
itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan
diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status
pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada
standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu
melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu,
sesuai dengan standar yang disetujui.Perawat harus mengevaluasi secara kontinu
perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan
perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon
pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya.Standar Joint
Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya
gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat
terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan,
dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai
berikut :
1. S : data subjektif
2. O :
data objektif
3. A : analisa data yang mendasari penentuan
diagnosa keperawatan
4. P : rencana
keperawatan
5. I : implementasi,
termasuk di dalamnya tes diagnostic
6. E : evaluasi
/ pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan perawatan
yang diberikan (ENA, 2005)
Untuk mendukung kepatuhan terhadap
standar yang memerlukan stabilisasi, dokumentasi mencakup hal - hal sebagai
berikut:
1) Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim
2) Tindakan yang dilakukan atau
pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas pengirim
3) Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan
4) Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan
lebih jauh pada kondisi pasien
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Triage adalah suatu sistem
pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan
dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan
memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien
berdasarkan gejala. Perawat triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan
nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi,
tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan
memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang
gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan
nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.
Pasien-pasien
ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung
dan mereka menerima pengobatan pertama.
Pasien
yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan
langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak
sumber daya medis. (Bagus,2007).
KLASIFIKASI
|
KETERANGAN
|
Gawat
darurat (P1)
|
Keadaan yang mengancam nyawa /
adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
|
Gawat
tidak darurat (P2)
|
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter
spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya
|
Darurat
tidak gawat (P3)
|
Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis
media dan lainnya
|
Tidak
gawat tidak darurat (P4)
|
Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya
|
KLASIFIKASI
|
KETERANGAN
|
Prioritas
I (merah)
|
Mengancam jiwa atau fungsi vital,
perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang
besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan
nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension
pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III > 25%
|
Prioritas
II (kuning)
|
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak
segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan
bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma
bola mata.
|
Prioritas
III (hijau)
|
Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh luka superficial, luka-luka ringan
|
Prioritas
0 (hitam)
|
Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
|
Alur dalam proses triase:
1. Pasien datang diterima petugas /
paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese
dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan derajat
kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang
ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di
depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut
kegawatnnya dengan memberi kode warna:
1) Segera-Immediate (merah).
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan
(RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
2) Tunda-Delayed (kuning) Pasien
memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya :
Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25 dsb.="" luas="" permukaan="" span="" tubuh="">25>
3) Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera
minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.
Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
4) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera
mematikan dan akan meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5) Penderita/korban mendapatkan
prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.
6) Penderita/korban kategori triase
merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila
memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke
ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7) Penderita dengan kategori triase
kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang
observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah
selesai ditangani.
8) Penderita dengan kategori triase
hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk
dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9) Penderita kategori triase hitam
dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah. (Rowles, 2007).
B. Saran
Hakikat
dari manusia itu sendiri yang penuh dengan ketidaksempurnaan. Begitu juga
dengan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan karena ini adalah sebuah usaha yang manusiawi. Maka dari itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan
penyusunan makalah selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar